Senin, 26 Januari 2009

SUARA HATI - PERKASI

Apa Salah Kami, Wahai Sang Para Pemilik Uang ?
Sehingga Kau GANGGU KETENANGAN HIDUP KAMI,
Hingga kami HIDUP DALAM KEPANIKAN SELAMA 1, 5 TAHUN




Kami, Warga Kasi-kassi yang berjumlah ± 60 Kepala Keluarga ....
memang hidup di bawah garis kemiskinan nan tak berpendidikan,
Kami memang tak paham hukum,Kami memang hanya pekerja kasar dengan gaji harian,
Yang berprofesi sebagai Pemulung, tukang batu, penarik becak dan supir pete-pete,
Kami memang tak mampu membiayai anak-anak kami untuk bersekolah tinggi,
Namun kami bersama anak-anak kami telah mensyukurinya,
Hidup damai dan tenteram di dalam rumah gubuk yang kami bangun di atas tanah kami sendiri,
Tanah yang dahulu masih berawa-rawa,yang kami beli dari hasil jerih payah kami selama yang bertahun-tahun yang kami cicil hingga saat ini telah lunas. 

Dengan kemiskinan dan kebersehajaan kami hidup di atas tanah tersebut,
Kami telah mensyukurinya dan merasa tenag nan bahagia bersama keluarga,
Kami tak pernah meronrong pemerintah untuk memberikan subsidi atau hal-hal lain terkait dengan hak warga,
Kamipun tak pernah mengemis terlebih mengganggu orang-orang kaya atau pengusaha, 
termasuk Rizal Tandiawan sang pemilik PT. Sinar Galesong Pratama.

Namun anehnya, entah apa yang bersarang dihatinya ?????
Akhir tahun 2006 kami dilaporkan dikantor polisi dengan tuduhan melakukan penyeborotan tanah.
Namun tuduhan itu tak dapat dibuktikan
Tak berhenti hingga disitu, keserakahannya untuk merampas tanah kami tak dapat terbendung lagi, akhirnya kami digugat di Pengadilan. 
Namun Allah SWT, Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui 
bahwa hakikinya.............Kamilah sang pemilik tanah.
Sehingga pada tanggal 11 September 2007 kami dimenangkan melalui putusan Majelis Hakim Yang Mulia.

Namun niat dan tindakannya masih tetap ingin menzalimi kami, agar kami tidak dapat bekerja dengan tenang, agar makan dan tidur terganggu. Dengan akal bulus iapun mengajukan upaya banding yang menurut kuasa hukum kami dari LBH Makassar bahwa permohonan bandingnya sudah menyalahI hukum dan ini terkait dengan kesalahan Panitera dan juru sita tapi anehnya masih saja diperiksa oleh Hakim Pengadilan Tinggi Sulsel. 

  • 11 November 2007 : Pembacaan Putusan Pengadilan Negeri, Nomor 13/Pdt.G/2007/PN.Mks, yang amarnya menyatakan bahwa Menerima Eksepsi dari Para Tergugat dan menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, yang dihadiri oleh Tergugat, sementara pihak Tergugat sengaja tidak hadir (sebelum sidang dibuka, Kuasa Hukum Tergugat terlihat hadir di Pengadilan Negeri Makassar);
  • 27 September 2007 : Juru Sita memberitahukan kepada Kuasa Hukum Tergugat bahwa ia telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Putusan, tapi Kuasa Hukum Penggugat belum mau menerima dan menandatanganinya dan berjanji akan segera menyampaikan lagi;
  • 24 Oktober 2007 : Kuasa Hukum Tergugat menerima salinan putusan perkara, di mana pada halaman terakhir salinan putusan tertulis bahwa Terhadap putusan ini kuasa penggugat belum mengajukan upaya hukum banding.
  • 31 Januari 2008 : Tiba Tiba-tiba Juru Sita Pengganti Pengadilan Negeri Makassar membawa surat pemberitahuan Banding dan Surat Panggilan Pemeriksaan Berkas Perkara kepada Kuasa Hukum Para Tergugat. 
  • 6 Februari 2008 : Para Tergugat bersama kuasa hukumnya, mengkroscek di pengadilan tentang administrasi pengajuan banding dari Penggugat dan melihat surat pemberitahuan putusan tertanggal 2 November 2007 dan Akta banding tertanggal 12 November 2007, Artinya surat pemberitahuan putusan disampaikan oleh Jurusita (jika memang benar demikian) kepada Penggugat ± dua bulan setelah putusan dibacakan dan surat pemberitahuan pernyataan banding disampaikan oleh Juru Sita Pengganti kepada Tergugat dua bulan lebih 18 hari setalah adanya pernyataan banding dari Penggugat/ Pembanding.

Berdasarkan Kronologis tersebut di atas, dengan penuh penuh kepanikan kami terus berharap dan Berdoa:

SEMOGA PARA MAJELIS HAKIM PENGADILAN TINGGI SULSEL MASIH MENDAPAT PETUNJUK DAN RIDHO-NYA SEHINGGA TERHINDAR DARI PERILAKU PRAKTEK MAFIA PERADILAN DAN MASIH MENGGUNAKAN NURANINYA DALAM MEMUTUS PERKARA INI???
MOHON DENGARKAN JERITAN KAMI…..

Makassar, 10 Desember 2008
Warga Jl. Beringi I Kel. Kassi-Kassi Kota Makassar.

PERNYATAAN SIKAP KASASI

PERNYATAAN SIKAP
tentang:
Kejanggalan Pengajuan Upaya Banding oleh Rizal Tandiawan (Pemilik PT. Sinar Galesong Pratama) 
melawan Jumaseng, Dkk (Warga Kassi-Kassi) dalam Perkara Perdata Tanah, Nomor : 13/Pdt.G/2007/PN.Mks


Pencaplokan tanah masyarakat oleh pemilik modal (pengusaha besar) semakin meningkat. Hal ini terjadi karena birokrasi pemerintahan lebih berpihak kepada pemodal yang berakibat mudahnya akses memperoleh Akta Jual Beli, Sertifikat tanah dan surat keterangan Lurah atau Camat yang tentunya disertai dengan praktek suap menyuap. Di sisi lain, rakyat khususnya yang tergolong pada masyarakat marginal (miskin dan rendah pendidikan) tidak memiliki posisi tawar, baik uang maupun kekuasaan untuk memperoleh alas hak karena mahalnya biaya birokrasi pembuatan sertifikat tanah. Hal ini tentulah mengakibatkan rentannya tanah-tanah milik masyarakat miskin dan buta hukum dicaplok oleh golongan pemilik modal dengan melakukan upaya konspirasi jahat dengan aparat birokrasi pemerintahan, kepolisian dengan modus kriminalisasi warga pemilik tanah dan atau berkonspirasi dengan pihak pengadilan (baik Hakim maupun Panitera) dengan modus mengajukan upaya gugatan, banding dan kasasi meskipun bukti-bukti yang diajukan sangat tidak mendasar. 

Demikian pula halnya dalam sengketa tanah antara oknum pengusaha, Pemilik PT. Sinar Galesong Pratama, Rizal Tandiawan selaku PENGGUGAT (sekarang PEMOHON KASASI) melawan Jumaseng, Dkk selaku PARA TERGUGAT (sekarang TERMOHON  KASASI), Warga Jl. Beringin I Kel. Kassi-Kassi Kota Makassar, yang menguasai lahan seluas 900 M2 dari hasil proses Jual Beli secara angsuran dari Pemilik awal yakni Andi Muda Daeng Serang sejak antara tahun 1996, 1997 dan 1998 dari hasil keringatnya warga sendiri yang sebagian besar berprofesi sebagai Tukang Batu, Tukang Becak, Pemulung dan Supir. Awalnya tanah tersebut masih berupa tanah rawah yang berair sehingga saat itu mereka menggunakan jembatan bambu untuk dapat keluar masuk di lokasi tanah tersebut dan membutuhkan proses penimbunan selama bertahun-tahun hingga akhirnya menjadi perkampungan yang layak huni seperti sekarang ini. 

Namun anehnya, Rizal Tandiawan yang telah menguasai dan membangun tembok pada lokasi tanah yang tepat berbatasan dengan tanah milik warga berdasarkan Sertifikat Hak Milik 

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Rizal Tandiawan untuk mengambil alih tanah milik warga tersebut, mulai dengan membujuk, mengintimidasi dan melaporkankan warga di Polresta Makassar Timur dengan tuduhan melakukan tindak pidana penyerobotan pada akhir tahun 2006, bahkan ahli waris dari Andi Muda Dg. Serang (Pemilik awal) telah dijebloskan dalam penjara selama ± 8 jam tanpa adanya pemeriksaan BAP dan dipaksa menandatangani sebuah surat pernyataan tanpa terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membacanya. Namun setelah warga didampingi oleh Tim Pengacara LBH Makassar, akhirnya proses pemeriksaan di Polresta Makassar Timur tidak dilanjutkan karena tidak cukup bukti.

Kegagalan dalam proses intimidasi dan kriminalisasi tidak membuat Rizal Tandiawan menjadi sadar dan betobat tapi malah melakukan upaya perdata dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Makassar pada Februari 2007. yang dalam prosesnya, pihaknya kembali mencoba bermain busuk dengan menghindari terjadinya Pemeriksaan Setempat (meninjau kondisi tanah, luas dan batas-batas objek sengkjeta). Namun hal tersebut mendapat protes keras dari berbagai elemen masyarakat yang memantau kasus ini, akhirnya pemeriksaan setempat terlaksana tanggal 16 Agustus 2007 yang sedianya dijadwalkan pembacaan putusan dan pada tanggal 11 September 2007 Majelis Hakim membacakan putusan No 13/Pdt.G/2008/PN.Mks yang amarnya berbunyi Menerima eksepsi dari Para Tergugat dan Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Merasa tidak puas, ia mengajukan upaya banding di Pengadilan Tinggi tapi hakim tingkat banding memberikan putusannya No. 78/PD/2008/PT.MKs tanggal 21 April 2008, yang amarnya berbunyi menguatkan putusan Pengadilan Negeri Makassar No. 13/Pdt.G/2008/PN.Mks. 

Masih Karena Dari memutuskan namun setelah yang mengkalim kepemilikan tanah tersebut adalah dengan melakukan intimidasi dan kriminalisasi dengan melaporkan warga Setelah  tersebut telah yang berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang terungkap dalam persidangan terdapat dugaan indikasi terjadinya pada praktek mafia tanah dan terdapat indikasi yang mengarah pada praktek Mafia Peradilan, di mana dalam proses pengajuan banding  terdapat beberapa kejanggalan yang signifikan alias aneh bin ajaib, karena surat pemberitahuan banding oleh Juru Sita Pengganti kepada Kuasa Hukum Para Tergugat disampaikan setelah ± empat bulan setelah pembacaan putusan Pengadilan Negeri Makassar. 

Untuk lebih memperjelas Kejanggalan dimaksud, berikut kronologisnya :
  • 11 November 2007 : Pembacaan Putusan Pengadilan Negeri, Nomor 13/Pdt.G/2007/PN.Mks, yang amarnya menyatakan bahwa Menerima Eksepsi dari Para Tergugat dan menyatakan Gugatan Penggugat tidak dapat diterima, yang dihadiri oleh Tergugat, sementara pihak Tergugat sengaja tidak hadir (sebelum sidang dibuka, Kuasa Hukum Tergugat terlihat hadir di Pengadilan Negeri Makassar);
  • 27 September : Juru Sita memberitahukan kepada Kuasa Hukum Tergugat bahwa ia telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Putusan, tapi Kuasa Hukum Penggugat belum mau menerima dan menandatanganinya dan berjanji akan segera menyampaikan lagi;
  • 24 Oktober 2007 : Kuasa Hukum Tergugat menerima salinan putusan perkara, di mana pada halaman terakhir salinan putusan tertulis bahwa Terhadap putusan ini kuasa penggugat belum mengajukan upaya hukum banding.
  • 31 Januari 2008 : Tiba Tiba-tiba Juru Sita Pengganti Pengadilan Negeri Makassar membawa surat pemberitahuan Banding dan Surat Panggilan Pemeriksaan Berkas Perkara kepada Kuasa Hukum Para Tergugat. 
  • 6 Februari 2008 : Para Tergugat bersama kuasa hukumnya, mengkroscek di pengadilan tentang administrasi pengajuan banding dari Penggugat dan melihat surat pemberitahuan putusan tertanggal 2 November 2007 dan Akta banding tertanggal 12 November 2007, Artinya surat pemberitahuan putusan disampaikan oleh Jurusita (jika memang benar demikian) kepada Penggugat ± dua bulan setelah putusan dibacakan dan surat pemberitahuan pernyataan banding disampaikan oleh Juru Sita Pengganti kepada Tergugat dua bulan lebih 18 hari setalah adanya pernyataan banding dari Penggugat/ Pembanding.

Berdasarkan kejanggalan tersebut, maka kami dari Koaliasi Masyarakat Sulsel Untuk Kasus Kassi-Kassi, dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut :

  1. Mendesak Kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negeri Makassar untuk segera melakukan pengawasan dan tindakan tegas terhadap oknum-oknum Panitera dan Jurusita yang jelas-jelas telah melakukan praktek kesalahan prosedural Peradilan; 
  2. Mendesak Kepada Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Pengadilan Tinggi dan Komisi Yudisial untuk segera melakukan Pengawasan yang ketat atas Proses Hukum Perkara Perdata Tanah antara Rizal Tandiawan melawan Jumaseng, Dkk karena indikasinya sangat rentan mengarah pada terjadi praktek Mafia Peradilan;
  3. Menghimbau kepada semua elemen Masyarakat di Sulawesi Selatan agar bersatu dan bergabung melawan Praktek Mafia Tanah dan Mafia Peradilan.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat secara sadar dan sebagai bentuk kontrol Masyarakat terhadap lembaga Peradilan.

Makassar, 18 Desember 2008

BUKTI NYATA PRAKTEK MAFIA TANAH

L E M B A R A N   F A K T A
“Kasus Sengeketa Tanah Kassi-Kassi
Sebuah bukti Nyata adanya Praktek Mafia Tanah”


Dari keseluruhan proses pemeriksaan di persidangan Pengadilan Negeri Makassar atas kasus sengketa tanah antara Rizal Tandiawan (Pemilik PT. Sinar Galesong Pratama) selaku Penggugat melawan Jumaseng, dkk (Warga Jl. Beringin I Kel. Kassi-kassi Kec. Rappocini Kota Makassar) selaku Para Tergugat, terlihat jelas dugaan adanya praktek MAFIA TANAH yang selalu menghantui ketenangan hidup warga masyarakat, khususnya Warga Kassi-Kassi untuk dapat menikmati hak atas tanah dan hak atas perumahan serta menggaganggu kehidupan psikologis dan ekonominya. 

Adapun fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan tentang adanya modus Praktek Mafia Tanah dalam kasus sengketa tanah ini diuraikan sebagai berikut :

1. Penempatan Bukti Sertifikat Hak Milik Pada Lokasi Tanah yang Berbeda (Penghisapan Tanah) 
Sertifikat Hak milik (SHM) No. 21096/ Kassi-Kassi Surat Ukur No. 01364/Kassi-Kassi/2006 atas nama Rizal Tandiawan merupakan SHM perubahan dari dua SHM sebelumnya. Di mana pada tahun 1998 berdasarkan SHM awal tersebut, ia gunakan untuk menguasai dengan membangun pondasi di atas lokasi tanah yang berbatasan langsung dengan sebelah selatan tanah milik warga (Para Tergugat) dan selanjutnya pada tahun 2003 di atas pondasi tersebut, ia membangun tembok sebagai tanda batas. Namun anehnya setelah terbit SHM perubahan, yakni Sertifikat Hak milik No. 21096/ Kassi-Kassi Surat Ukur No. 01364/Kassi-Kassi/2006, Tanggal 05 Juli 2006. Rizal Tandiawan mengklaim tanah milik warga sebagai tanah miliknya. 

Pada saat Pemeriksaan Setempat digelar pada tanggal 16 Agustus 2007, Rizal Tandiawan melalui Tim Kuasa Hukumnya membantah bahwa tanah yang berbatasan langsung dengan bagian selatan tanah milik warga adalah tanah miliknya. Padahal kondisi dan batas-batas tanah yang telah tertembok tersebut sangat jelas berkesesuaian dengan bentuk gambar dalam SHM miliknya. Tetapi Tim Kuasa Hukum Rizal Tandiawan tetap ngotot mengklaim tanah yang dimaksud dalam SHM No. 21096/ Kassi-Kassi atas namanya itu adalah lokasi tanah yang dikuasai Para Tergugat (warga Kassi-kassi). Sementara jika maksudnya demikian, maka berdasarkan bentuk dan situasi gambar SHM No. 21096/ Kassi-Kassi tentunya lokasi Perumahan Permata Hijau Blok K, harus masuk menjadi objek sengketa dan pastinya akan semakin mengaburkan surat gugatnnya, baik dari sisi jumlah orang yang harus menjadi Tergugat maupun dari sisi objek dan batas-batas tanah (Gambar Hasil Pemeriksaan Setempat terlampir); 

2. Persekongkolan Jahat antara Pengusaha/ Pemilik Modal dengan Oknum Aparatur Pemerintah
Pihak Rizal mengajukan alat bukti berupa Surat Keterangan Lurah Kassi-Kassi A.n. Drs. Andi Azis Hasan (sekarang telah diganti) Nomor: 181.1/46/Ks/VII/2006, tertanggal 21 Juli 2006, yang pada pokoknya menerangkan bahwa tanah yang dikuasai oleh warga adalah tanah milik Rizal Tandiawan dan melegitimasi segala surat-surat milik Rizal Tandiawan, mulai Sertifikat Hak milik No. 21096/ Kassi-Kassi Surat Ukur No. 01364/Kassi-Kassi/2006, Risalah Lelang, dan Akta Hipotik. Di sisi lain mendelegitimasi serta membantah hak kewarisan para Ahli waris Bunta Krg. Mandalle dan hak kepemilikan warga (Para Tergugat);
Dari isi surat keterangan yang aneh bin ajaib itu, terlihat jelas adanya dramatisir keterangan dan cenderung diarahkan. Logikanya, sebagai seorang pejabat Lurah tentunya hanya berwenang menerangkan hal-hal yang berdasarkan batas-batas kewenangannya, yang dalam konteks pertanahan harus berdasarkan data administrasi pemerintahannya sehingga sangat tidak tepat untuk menafsirkan dan kemudian seolah-olah menghakimi bermacam-macam jenis surat dan hak kewarisan serta hak kepemilikan seseorang. Kecurigaan ini terungkap bersamaan dengan adanya pernyataan Lurah Kassi-Kassi yang sekarang ini menjabat. Pada saat pemeriksaan Setempat digelar, beliau menyatakan langsung dihadapan Majelis Hakim bahwa “ia sama sekali tidak mengetahui persoalan tanah yang disengketakan, karena di kantor Kelurahan Kassi-Kassi tidak tersimpan arsip atau berkas tanah yang berkaitan dengan objek tanah yang disengketakan”. 
Dengan demikian, keterangan yang diberikan oleh Mantan Lurah A.n. Drs. Andi Azis Hasan yang dijadikan sebagai alat bukti oleh Rizal Tandiawan adalah merupakan keterangan Palsu yang sama sekali tidak mempunyai dasar pembuktian.

3. Adanya Upaya Kriminalisasi, Intimidasi, Ancaman Penahanan dan Paksaan terhadap Warga Miskin Kota yang Buta Hukum agar dapat memperoleh Alat Bukti Surat Pernyataan dari Para Ahli Waris dan Penerima Kuasa Menjual. 
Selain SHM dan Surat Keterangan Lurah, pihak Rizal Tandiawan juga mengajukan alat bukti berupa Surat Pernyataan dari Ahli Waris Andi Muda Dg. Serang dan Kuasa Menjual (Makelar) yang pada pokoknya menerangkan bahwa ahli waris mengakui bahwa tanah yang telah dikuasai warga adalah tanah milik Rizal Tandiawan dan bukan tanah harta warisan dari Bunta Karaeng Mandalle, sedangkan Makelar mengakui bahwa ia telah salah dan keliru telah menjual tanah tersebut kepada warga yang sekarang telah menguasai tanah tersebut. 
Sementara dalam proses pemeriksaan saksi , yakni Petta Indare (Makelar) dan Andi Nasrun Dg. Tutu (Ahli Waris Andi Muda Dg. Serang) di dalam persidangan tanggal 12 Juli 2007 jelas-jelas membantah kebenaran isi surat keterangan tersebut yang secara tegas menyatakan di hadapan persidangan bahwa “surat pernyataan itu ditandatangani di Kantor Polresta Makassar Timur dalam keadaan terpaksa karena dalam kondisi tertekan dan ketakutan, di mana Saksi Petta Indare diancam akan dimasukkan dalam sel tahanan jika tidak menandatangani surat pernyataan tersebut, demikian pula keterangan saksi Andi Nasrun Dg. Tutu bahwa Ketika memenuhi panggilan sebagai saksi di Polresta Makassar Timur, saat baru tiba dan masuk diruang pemeriksaan, tiba-tiba ia langsung dimasukkan dalam sel tahanan sebelum ia diperiksa dan memberikan keterangan. Beberapa jam kemudian, ia lalu dikeluarkan dari sel tahanan dan langsung diperintahkan untuk menandatangani surat pernyataan tersebut tanpa diberi kesempatan untuk membacanya terlebih dahulu, padahal saat itu ia sementara melaksnakan ibadah puasa Ramadhan”.

4. Menghindari terlaksananya Pemeriksaan Setempat (PS).
Karena dugaan adanya niat yang beritikad jahat untuk merampok tanah milik warga Kassi-kassi (Para Tergugat), maka Pihak Rizal Tandiawan menghindari terlaksananya Pemeriksaan Setempat (PS) terhadap objek tanah yang disengketakan. Padahal salah satu anggota majelis hakim pernah mengingatkan kepada kuasa hukumnya agar mempersiapkan PS namun tidak diindahkan dan seolah-olah lupa, sehingga pemeriksaan setempat hampir tidak dilaksanakan. 
Namun setelah adanya komplain dari berbagai elemen masyarakat yang memantau proses sidang kasus ini, barulah PS digelar pada tanggal 16 Agustus 2007 yang sedianya pada tanggal itu sudah diagendakan pembacaan putusan majelis hakim. 

Beberapa hal yang terungkap dalam Pemeriksaan Setempat, selain yang telah diuraikan sebelumnya adalah sebagai berikut : 
  • Terdapat perbedaan yang signifikan antara batas-batas tanah yang didalilkan dalam guagatan dengan batas-batas tanah hasil pemeriksaan setempat, yakni dalam gugatannya dinyatakan bahwa Sebelah Utara: Tanah Milik Said Pardi, Sebelah Timur: Perumahan Permata Hijau Lestari dan Tanah Milik Edi Satir, Sebelah Selatan: Perumahan Permata Hijau Lestari dan Tanah Milik Edi Satir, Sebelah Barat: SHM No. 1206/1982/ Perumahan Permata Hijau. Sementara berdasarkan hasil pemeriksaan setempat bahwa Sebelah Utara: Tanah Milik Said Pardi, sebelah Timur: Kompleks Perumahan Permata Hijau Lestari, sebelah Selatan: Tanah milik Rizal Tandiawan yang telah ia tembok, sebelah Barat: Rumah Warga (Dahulu Tanah milik Said Pardi);
  • Demikian pula terdapat perbedaan antara jumlah orang yang digugat dalam surat gugatannya dengan jumlah rumah/ orang yang menguasai tanah objek sengketa (belum termasuk, jika Perumahan Permata Hijau Blok K menjadi objek gugatan), yakni dalam gugatan adalah sebanyak 28 Tergugat sedangkan jumlah warga/ rumah yang berada dalam lokasi tanah adalah sebanyak 35 rumah;.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan tersebut, maka kami dari Beberapa Elemen Masyarakat di Sulawesi Selatan yang turut prihatin atas kasus yang dialami oleh Warga Kassi-Kassi, dengan ini menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Para Tergugat dan Warga lainnya yang menguasai tanah di Jl. Beringin I, Kel. Kassi-Kassi kec. Kassi-Kassi adalah Pemilik sah atas tanah yang menjadi objek sengketa dan sama sekali tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum;

2. klaim kepemilikan oleh Rizal Tandiawan (Penggugat) adalah sangat mengada-ada dan tidak memiliki dasar hukum apapun melainkan semata-mata didasari atas kebuasan dan kerakusan untuk merampok/ mencaplok tanah milik masyarakat miskin yang buta hukum;
3. Atas segala perbuatan dan aksi kebuasan Rizal Tandiawan selama setahun ini, adalah bukti nyata sebuah tindakan yang dapat diduga perbuatan melawan hukum dan merupakan praktek MAFIA TANAH yang telah merugikan warga Kassi-kassi, baik secara materil maupun imateriil;

4. Menghimbau kepada Majelis Hakim yang memeriksa kasus ini untuk objektif dan profesional serta menghindari segala bentuk Praktek Mafia Peradilan sehingga dapat menghasilkan Putusan yang berkeadilan bagi Masyarakat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

5. Kepada seluruh warga masyarakat Sulsel untuk senantiasa waspada dan bersatu padu melawan segala bentuk praktek-praktek Mafia tanah dan Mafia Peradilan.

Demikianlah Lembaran Fakta ini dibuat berdasarkan hasil pemantauan proses hukum atas kasus ini.dan pelaksanaan dari asas persidangan yang harus terbuka untuk umum.


Hormat Kami,

MASYARAKAT SULSEL UNTUK KASUS KASSI-KASSI
“Rakyat Bersatu Melawan Mafia Tanah dan Mafia Peradilan”

Waspadai Pesekongkolan “Mafia Tanah” dengan “Mafia Peradilan”

Tanah merupakan hak dasar Manusia (HAM) yang merupakan kewajiban negara, karena tanpa tanah manusia tidak dapat bertahan dan mengembangkan hidupnya. Di atas tanah manusia bercocok tanam untuk memperoleh sumber penghidupan, di atas tanah pula manusia dapat membangun rumah sebagai tempat interaksi keluarga dan istirahat dan sebagai tempat berteduh dari teriknya matahari, derasnya hujan serta berbagai ancaman bahaya lainnya. Di sisi lain, bukti kepemilikan tanah bagi masyarakat miskin masih merupakan barang yang mahal, sementara salah satu bentuk pemenuhan hak atas tanah adalah tersedianya pelayanan administrasi kepemilikan tanah yang mudah diakes untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepemilikan tanah. 

Hal inilah yang menjadi dasar maraknya praktek-praktek “Mafia Tanah” yang dengan kelihaiannya mempermainkan administrasi pertanahan, berkonspirasi dengan pejabat-pejabat birokrasi serta pihak aparat hukum, akibatnya pihak masyarakat miskin dan buta hukum dijadikan korban kerakusannya untuk merampas tanah-tanah rakyat miskin dan buta hukum.

Kassi-kassi dan sekitarnya